DATAPOST.ID MEDAN — Penuntutan perkara tindak pidana penganiayaan dari Kejaksaan Negeri Medan dihentikan melalui pendekatan keadilan Restorative Justice (RJ).

Penghentian penuntutan perkara tersebut diputuskan setelah Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, Harli Siregar didampingi Wakajati Sumut, Abdulah Noer Denny dan Aspidum Kejati Sumut, Jurist Precisely beserta jajaran, pada Rabu (26/11/2025) menggelar ekspose permohonan penghentian perkara secara daring (zoom meeting) kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) yang diwakili oleh Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Sesjampidum), Dr. Undang Mugopal.

Kronologis singkat perkara, pada Senin, 13 Oktober 2025 sekira pukul 09.00 WIB, tersangka Mawardi memasang Speed Bump (polisi tidur) di Jalan Madukuro Kelurahan Perintis Kec. Medan Timur.

Baca Juga :  Sekjen Kemenag: Peralihan Asset Haji Berjalan Lancar

Dimana pemasangan Speed Bump tersebut dianggap mengganggu dan membahayakan pengguna jalan.

Selanjutnya, Muhammad Fadli (korban) selaku Lurah Perintis Kecamatan Medan Timur, membongkar polisi tidur yang tidak sesuai aturan tersebut. Namun upaya Fadli diprotes oleh Mawardi yang merasa keberatan polisi tidur itu dibongkar, sehingga terjadilah keributan antara keduanya.

Pada saat terjadinya keributan, Mawardi dengan sengaja mendorong Fadli hingga terjatuh ke dalam parit. Peristiwa itupun mengakibatkan Fadli mengalami sejumlah luka di bagian tangan.

Atas perbuatannya, tersangka Mawardi dilakukan proses hukum dan disangkakan melanggar pasal 351 ayat (1) KUHP.

Kajati Sumut Harli Siregar melalui PLH Kasi Penkum Indra Ahmadi Hasibuan, SH., MH., mengatakan, perselisihan antara Lurah dan warganya telah diselesaikan secara keadilan Restorative Justice (RJ).

Baca Juga :  Pentingnya Konservasi Hutan Dilakukan, Bobby Zulkarnain Atensi Pemeliharaan dan Pemulihan Guna Lindungi Habitat di Kawasan Mangrove.

“Dengan persyaratan yang ketat dan penelitian sesuai SOP, diputuskan untuk menghentikan perkara antara Lurah dan warganya melalui Restorative Justice”, ujarnya

“Kini antara tersangka dan korban telah sepakat untuk kembali merajut dan menjalin hubungan sosial yang baik sebagaimana seharusnya”, tambahnya.

Indra menjelaskan, alasan diterapkan penghentian tuntutan melalui restorative justice, bahwa tersangka dihadapan warga dan pihak terkait telah meminta maaf kepada korban dan mengaku khilaf serta berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.

“Bahwa korban selaku Lurah menyatakan ikhlas memaafkan warganya tanpa syarat. Lurah bersama perwakilan masyarakat juga meminta kepada Jaksa untuk menghentikan perkara secara humanis agar tidak menyisakan dendam atau kebencian dikemudian hari”, ungkap Indra.

Baca Juga :  Terima Kunjungan SMSI Sergai, Kacab Bank Sumut Dukung Kegiatan Pelatihan Jurnalistik

Berdasarkan arahan Jaksa Agung yang termaktub di dalam Peraturan Kejaksaan No.15 Tahun 2020, bahwa proses hukum tidak semata-mata hanya dengan pemidanaan atau pemenjaraan, akan tetapi kita berupaya membangun sistem bagaimana mengembalikan situasi yang sempat terganggu ditengah masyarakat.

“Kita kembalikan kepada keadaan semula. Hal ini untuk menjaga keberlangsungan hubungan sosial dengan kearifan lokal di tengah tengah masyarakat”, pungkasnya.

Ayo baca berita menarik lainnya dan follow kami di Google News