Perkara Penganiayaan Antara Paman dan Keponakan, Kejati Sumut Damaikan Dengan Keadilan Restoratif
DATAPOST.ID MEDAN — Perkara penganiayaan (pasal 351 ayat 1) KUHPidana di Kejari Samosir antara tersangka Wentri Supatno Iryandi Sihombing dengan korban Simon Felix Yulianus Sitanggang telah diselesaikan dengan cara pendekatan humanis atau keadilan Restoratif Justice (RJ). Hal itu disampaikan Kasi Penkum Kejati Sumut, Adre W. Ginting, SH., MH melalui pesan WhatsApp, Selasa (06/05/2025).
Sebelumnya, melalui Vicon di Lantai 2 Kantor Kejati Sumut, pada Selasa (06/05/2025), Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara Idianto, SH., MH diwakili Wakajati Sumut Rudy Irmawan, SH., MH didampingi Aspidum Imanuel Rudy Pailang, SH., MH, Koordinator Bidang Pidum Herlambang, SH., MH, dan para Kasi pada Bidang Pidum Kejati Sumut mengusulkan perkara penganiayaan dari Kejari Samosir agar diselesaikan dengan pendekatan keadilan restoratif. Kegiatan ini juga diikuti secara daring oleh Kajari Samosir Karya Graham Hutagaol, SH., MH dan Kasi Pidum serta Jaksa Fasilitator.
“Pengusulan tersebut diterima langsung oleh JAM Pidum Kejagung melalui Direktur A Nanang Ibrahim Soleh, SH., MH”, kata Kasi Penkum Kejati Sumut Adre W. Ginting
Lebih lanjut Adre W. Ginting menyampaikan, bahwa perkara dari Kejari Samosir ini perkara penganiayaan antara tersangka Wentri Supatno Iryandi Sihombing selaku Tulang (Paman) dan korban adalah keponakannya sendiri (Bere) bernama Simon Felix Yulianus Sitanggang. “Dalam perkara ini, tersangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana”, paparnya.
Kronologis perkaranya, sambung mantan Kasi Intel Kejari Binjai ini menjelaskan, bermula pada hari Minggu tanggal 06 Oktober 2024 sekira pukul 14.10 WIB, tersangka Wentri Supatno Iryandi Sihombing sedang mengendarai sepeda motor melintasi jalan Putri Lopian, kemudian tersangka melihat saksi korban Simon Felix Sitanggang sedang berdiri didepan kos-kosan temannya yang berada di Jalan Putri Lopian Desa Pardomuan I Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir.
Disebabkan tersangka merasa kesal dan sakit hati kepada saksi korban, dimana sebelumnya saksi korban pernah meminjam mobil milik orang tua tersangka, namun saksi korban mengembalikan mobil tersebut melalui orang lain sehingga tersangka merasa tidak dihargai, lalu tersangka menghampiri saksi korban dan mengatakan “boha do maksud mu Simon, Na so dihargai ho be au rojan?” artinya: apanya maksud mu Simon, yang tidak kau hargai lagi aku ?
Lalu dijawab saksi korban “hu hargai do tulang” (ku hargainya tulang) selanjutnya tersangka langsung memukul saksi korban dengan cara menganyunkan kepalan tangan kanan ke arah wajah saksi korban secara berulang, sehingga mengenai bagian kening dan pipi sebelah kanan, lalu saksi korban langsung menunduk dan jongkok sambil menutupi kepalanya dengan kedua tangannya.
Kemudian tersangka menendang saksi korban sehingga mengenai kedua tangan serta dagu saksi korban. Akibat perbuatan tersangka, saksi korban mengalami memar dan bengkak pada kening dan pipi kanan, disertai rasa nyeri dan pusing.
“Perkaranya terus bergulir dan sampai ke tangan Jaksa Fasilitator yang mencoba melakukan mediasi antara tersangka dan korban yang masih memiliki hubungan kekerabatan”, kata Adre W Ginting.
Adapun alasan dilakukan penerapan keadilan restoratif, kata Adre melanjutkan, karena tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman hukumannya tidak lebih dari 5 tahun, kerugian yang ditimbulkan tidak lebih dari Rp2,5 juta. Dan yang terpenting adalah tersangka dan korban masih kerabat (Paman dan keponakan).
“Korban sudah sembuh dan dapat melakukan aktivitasnya seperti sedia kala. Kemudian, dengan adanya perdamaian antara korban dan tersangka telah sepakat untuk memperbaiki kembali hubungan kekerabatan yang sempat terputus”, tandasnya. (Lubis)
Tinggalkan Balasan