DATAPOST.ID MEDAN — Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) menahan dua orang tersangka terkait dugaan pidana korupsi dalam perkara Penyelewengan dan Mark-Up Program Pengadaan Penyediaan Sarana, Prasarana Bahan dan Peralatan Pendukung Covid-19 yaitu Alat Pelindung Diri (APD) di Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2020.
Dalam konfrensi persnya, Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara Idianto SH, MH didampingi Aspidsus Dr. Iwan Ginting dan Kasi Penkum Yos Tarigan serta kasi di bidang Pidsus dan Tim Pidsus mengatakan tersangka adalah Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara/Pengguna Anggaran (dr.AMH) dan pihak swasta/rekanan (RMN).
“Sebelumnya, Tim Pidsus Kejati Sumut sudah menemukan bukti permulaan yang cukup dan sejumlah pihak terkait telah dipanggil untuk dimintai keterangan, sehingga kasus tersebut ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan,” ucapnya.
Dalam rangka efektivitas proses penyidikan, sambung Kajati Sumut, serta berdasarkan pertimbangan obyektif dan subyektif sebagaimana diatur dalam Pasal 21 KUHAP, terhadap kedua tersangka dilakukan penahanan selama 20 hari kedepan.
“Kedua tersangka ditahan di dua tempat berbeda, yakni di Lapas Pancur Batu dan Lapas Labuhan Deli. Penahanan dilaksanakan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Tingkat Penyidikan,” tutur mantan Kajati Bali itu.
Dijelaskan Kajati Idianto, perkaranya bermula pada tahun 2020, dimana telah dilaksanakan pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) dengan nilai kontrak senilai Rp. 39.978.000.000 (Tiga Puluh Sembilan Milyar Sembilan Ratus Tujuh Puluh Delapan Juta Rupiah).
“Salah satu rangkaian dalam proses pengadaan tersebut adalah penyusunan Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang mana dalam penyusunan RAB yang ditandatangani oleh tersangka dr. AMH diduga tidak disusun sesuai dengan ketentuan, sehingga nilai dalam RAB tersebut terjadi pemahalan harga/mark up yang cukup signifikan,” ungkapnya.
Selanjutnya, dalam pelaksanaan RAB tersebut diduga diberikan kepada tersangka RMN (selaku pihak swasta/rekanan), sehingga RMN membuat penawaran harga yang tidak jauh berbeda dari RAB tersebut.
“Selain itu, dalam pelaksanaan pengadaan tersebut diduga selain terjadi mark up, juga ada indikasi fiktif, tidak sesuai spesifikasi serta tidak memiliki izin edar atau rekomendasi dari BNPB, dan tidak dilaksanakannya ketentuan Perka LKPP Nomor 3 Tahun 2020 poin 5,” ungkapnya lagi.
Adapun jenis pengadaan yang dilakukan berupa baju APD, helm, sepatu boot, masker bedah, hand screen dan masker N95.
Lebih lanjut Kajati Idianto dalam konfrensi persnya mengungkapkan, akibat perbuatan kedua tersangka berdasarkan hasil perhitungan kerugian negara dilakukan oleh tim audit forensik bersertifikat terjadi kerugian negara sebesar Rp. 24.007.295.676,80 (Dua Puluh Empat Milyar Tujuh Juta Dua Ratus Sembilan Puluh Lima Enam Ratus Tujuh Puluh Enam Rupiah Delapan Puluh Sen).
“Para tersangka disangkakan dengan Pasal 2 ayat (1) Subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP,” jelasnya.
Selanjutnya ditanya wartawan, apakah ada kemungkinan tersangka baru dalam perkara ini, Kajati Sumut Idianto mengatakan bahwa Tim Penyidik telah melakukan koordinasi dengan PPATK untuk melakukan pelacakan kerugian negara mengalir ke siapa saja.
“Kita meminta kepada pihak-pihak yang menerima aliran dana dari tindak pidana dugaan korupsi ini agar segera mengembalikannya ke tim penyidik,” tandasnya. (Lubis)