MEDAN || datapost.id – Tiga perkara penganiayaan melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP dari wilayah Kejaksaan Tinggi Sumut, yakni Kejari Medan, Kejari Asahan dan Cabang Kejari Langkat di Pangkalan Brandan dihentikan penuntutan perkaranya melalui pendekatan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ) oleh Jampidum Kejagung RI.
Dimana penuntutan dihentikan setelah sebelumnya dilakukan ekspose oleh Kajati Sumut Idianto SH,MH didampingi Aspidum Luhur Istighfar SH,MH, Kabag TU Rahmad Isnaini SH,MH, Kasi TP Oharda Zainal SH,MH serta Kasi pada Aspidum Kejati Sumut dari ruang vicon Lantai 2 Kantor Kejati Sumut, Selasa (15/08/2023).
Ekspose perkara digelar dan disampaikan kepada Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) Dr. Fadil Zumhana didampingi Direktur TP Oharda pada JAM Pidum Agnes Triani SH,MH, Koordinator pada JAM Pidum dan pejabat lainnya. Ekspose perkara juga diikuti secara daring oleh Kajari Medan Wahyu Sabrudin SH,MH, Kajari Asahan Dedyng Atabay SH,MH dan Kacabjari Langkat di Pangkalan Brandan Noprianto SH,MH serta JPU perkaranya.
Dalam paparannya, Kajati Sumut Idianto melalui Kasi Penkum Yos A Tarigan SH,MH menyampaikan bahwa hingga Agustus 2023, Kejati Sumut sudah menghentikan 83 perkara dengan pendekatan keadilan restoratif.
Dijelaskannya, bahwa perkara yang dihentikan penuntutannya adalah perkara dari Kejari Asahan atas nama Tersangka Bambang Mariadi melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP, kemudian dari Kejari Medan atas nama Tersangka Kalvin als Kevin melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP dan dari Cabang Kejaksaan Negeri Langkat di Pangkalan Brandan atas nama Tersangka Indra Syahputra Als Indra melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP.
Ketiga perkara penganiayaan ini disetujui JAM Pidum untuk dihentikan penuntutannya berdasarkan Perja No. 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif, artinya diantara tersangka dan korban tidak ada lagi dendam dan telah membuka ruang yang sah menurut hukum bagi pelaku dan korban secara bersama-sama merumuskan penyelesaian permasalahan guna dilakukannya pemulihan keadaan ke keadaan semula.
“Penghentian penuntutan dengan pendekatan keadilan restoratif ini lebih kepada esensinya, kenapa seseorang itu melakukan tindak pidana, dan pelaku tindak pidana menyesali perbuatannya serta menyampaikan permohonan maaf kepada korbannya. Dalam proses perdamaian, korban juga memaafkan pelaku yang berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya,” kata Yos A Tarigan.
Proses penghentian penuntutan 3 perkara ini, lanjut Yos sudah mengikuti beberapa tahapan dan yang paling penting dalam penghentian penuntutan perkara ini adalah pelaku belum pernah melakukan tindak pidana dan proses perdamaian antara tersangka dan korban disaksikan tokoh masyarakat, keluarga dan jaksa penunut umum. (Red).