MEDAN || datapost.id – Dua perkara kasus pencurian dari Kejari Tapanuli Utara dan Kejari Binjai dihentikan penuntutan perkaranya melalui pendekatan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ) oleh Jampidum Kejagung RI. Dimana, sebelumnya telah dilakukan ekspose oleh Kajati Sumut Idianto SH,MH yang diwakili Wakajati Sumut Drs. Joko Purwanto SH, Aspidum Luhur Istighfar SH,MH, Kasi TP Oharda Zainal SH,MH serta Kasi lainnya dari ruang vicon lantai 2 kantor Kejati Sumut, Senin, (07/08/2023).
Ekspose perkara disampaikan langsung kepada Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) Dr. Fadil Zumhana yang diwakili Direktur TP Oharda pada JAM Pidum Agnes Triani SH,MH, Koordinator pada JAM Pidum dan pejabat lainnya. Ekspose perkara juga diikuti secara daring oleh Kajari Taput dan Kajari Binjai serta JPU perkaranya.
Dalam ekspose tersebut, Wakajati Sumut Drs. Joko Purwanto SH melalui Kasi Penkum Yos A Tarigan SH,MH menyampaikan bahwa hingga Agustus 2023, Kejati Sumut sudah menghentikan 76 perkara dengan pendekatan keadilan restoratif.
Dan sambung Yos A Tarigan, bahwa perkara yang dihentikan penuntutannya itu berasal dari Kejari Taput dengan tersangka Benny Manurung yang sehari-hari bekerja mengumpulkan barang bekas, mencuri handphone milik Juida Monalisa Hutasoit. Tersangka dijerat Pasal 362 dari KUHP “Barangsiapa mengambil sesuatu barang, yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain, dengan maksud akan memiliki barang itu dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 900,-“
Perkara kedua berasal dari Kejari Binjai, dengan tersangka Linda Br Siallagan yang telah menggelapkan dan menjual sepeda motor saudaranya sendiri, Roslelly Siallagan. Dan tersangka dikenai Pasal 372 KUHP atau Kedua Pasal 376 KUHP.
Dua perkara ini, lanjut mantan Kasi Pidsus Kejari Deli Serdang ini, telah disetujui JAM Pidum untuk dihentikan penuntutannya berdasarkan Perja No. 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif. Artinya, diantara tersangka dan korban tidak ada lagi dendam, dan telah membuka ruang yang sah menurut hukum bagi pelaku dan korban secara bersama merumuskan penyelesaian permasalahan guna dilakukannya pemulihan keadaan ke keadaan semula.
“Penghentian penuntutan dengan pendekatan keadilan restoratif ini lebih kepada esensinya. Kenapa seseorang itu melakukan tindak pidana, dan pelaku tindak pidana menyesali perbuatannya dan menyampaikan permohonan maaf kepada korbannya. Dalam proses perdamaian, korban juga memaafkan pelaku yang berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya,” tandas Yos A Tarigan.
Upaya permohonan maaf dan saling memaafkan ini, lanjut Yos telah membuka ruang bagi keduanya untuk tidak ada lagi dendam di kemudian hari. (Lubis).