MEDAN II DATAPOST.ID – Wacana pasangan ‘Pelangi’ dinilai menjadi kunci kemenangan bagi PDI Perjuangan dalam Pemilihan Gubenur (Pilgub) Sumatera Utara (Sumut) yang akan berlangsung 27 November 2024 mendatang.
Politisi PDIP yang juga Presidium Satgas Anti Kecurangan Pilkada, Sutrisno Pangaribuan, mengatakan PDIP memang selalu gagal memenangkan pertarungan Pilgub Sumut dalam tiga edisi terakhir.
Diketahui, pasangan pelangi yang pernah ada dalam Pemilihan Kepala Daerah di antaranya; (Tritamtomo-Benny Pasaribu, 2008), (Effendy Simbolon-Djumiran Abdi, 2013), dan (Djarot Saiful Hidayat-Sihar Sitorus, 2018) kalah, namun di Pilgub Sumut 2024 pasti menang.
Alasannya, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023, sebut Sutrisno, komposisi penduduk Sumut berdasarkan agama yang dianut seperti Islam 62,77 persen, Kristen (Protestan 26,92 persen, Katolik 7,44 persen, Buddha 2,58 persen, Konghucu 0,18 persen, Hindu 0,11 persen, parmalim dan kepercayaan lainnya 0,01 persen.
Data itu saat ini tentu mengalami perubahan, namun tetap dapat dijadikan sebagai rujukan. Menurutnya demokrasi dengan sistem perwakilan di Indonesia, tidak dapat dipisahkan dari struktur dan komposisi masyarakat.
“Amerika Serikat sekalipun sebagai salah satu negara demokrasi tertua pun tidak pernah lepas dari politik representasi (bukan politik identitas). Karena itu kelompok masyarakat yang banyak, harus diwakili orang banyak juga (representatif). Namun pada titik tertentu, demi memenuhi kesetaraan dan keterwakilan, mayoritas dapat ‘mengalah’ kepada minoritas,” kata Sutrisno, di Medan, Selasa (13/08/2024).
Sutrisno yang pernah menjadi Anggota DPRD Sumut periode 2014-2019 ini mengatakan, sebagai satu-satunya partai nasionalis di Indonesia, maka PDIP ada dalam kesadaran itu. Sehingga PDIP pasti dan wajib mewujudkannya dalam setiap kontestasi demokrasi.
“Karenanya, Cagub dan Cawagub Sumut pasti mengakomodasi pluralitas masyarakat. Edy Rahmayadi (Cagub: Surat Tugas) mewakili kelompok Islam, maka Cawagubnya harus mewakili yang dari kelompok Kristen,”ungkapnya.
Sehingga lanjut Sutrisno, dalam konteks Pilgub Sumut 2024, Edy Rahmayadi yang mewakili pantai timur, maka Cawagubnya harus mewakili pantai barat, kawasan Danau Toba, dan dataran tinggi.
Dimungkinkn dengan hanya dua pasangan calon, kata Sutrisno, maka pasangan yang bersedia merangkul kelompok Kristen-lah yang menang. Maka jika ingin menang, tidak ada rumus lain bagi PDIP selain memastikan bahwa Pilgub 2024, Edy Rahmayadi dipasangkan dengan politisi sipil dari kelompok Kristen.
“Jika ngotot dengan rasionalisasi hasil survei, bahwa Cawagub Edy Rahmayadi harus dari kelompok Islam juga, maka pasti akan kalah. Sebab jika tidak ada Cawagub dari kelompok Kristen, maka kelompok ini mungkin akan tidak akan memilih (golput) atau mengalihkan suara kepada lawan,” sebutnya.
“Maka pasangan Cagub dan Cawagub pelangi yang selalu diusung PDIP adalah yang terbaik di Sumut,” sambungnya.
Sutrisno menyebut, PDIP hanya perlu mencari sosok yang memiliki akar yang kuat, memiliki komunitas basis yang solid, dan dapat diterima oleh orang tua dan anak muda kelompok Kristen.
Selain pemilihan Cawagub, PDIP perlu membangun tim pemenangan (kampanye) yang kuat. Para pemain tua yang terbukti gagal (2008, 2013, dan 2018) sebaiknya jadi penasihat.
“Kita butuh panglima “perang” yang andal, organisator yang ulung, ahli strategi yang mumpuni, yang mampu memimpin dan menggerakkan semua lini,” sebutnya.
Dikatakan Sutrisno, pemimpin yang memiliki latar belakang organisasi yang kuat, jejaring yang luas. Pemimpin yang tidak pernah terlibat dalam perbuatan tercela, dan melukai hati rakyat seperti korupsi, narkoba, ilegal logging, rentenir, judi, dan perdagangan hewan pun manusia.
Ditambahkan Sutrisno, Pilgub Sumut akan menarik dan dapat dijadikan role model oleh PDIP. Pilgub Sumut dirancang bukan untuk sekedar mengalahkan kekuasaan. Pilgub Sumut adalah pertarungan untuk memenangkan rakyat, menang dari rasa takut dan intimidasi.
“Menang dari abuse of power, penyalahgunaan hibah, dan bantuan sosial (bansos). Bebas dari penyalahgunaan perangkat dan alat kekuasaan. Merdeka dari sandera politik dan hukum, sehingga rakyat berdaulat, melalui suara yang diberikan secara langsung, umum, bebas, dan rahasia di TPS. Rakyat menang bersama PDIP, Satyam Eva Jayate, Merdeka!,” pungkasnya. (*)