MANDAILING NATAL II DATAPOST.ID – Masyarakat Desa Batusondat Kecamatan Batahan Kabupaten Mandailing Natal (Madina) melakukan perlawanan terhadap perusahaan perkebunan Kelapa sawit (PKS) milik “plat merah”.
Diketahui perlawanan itu dilakukan masyarakat melalui Kepala Desa, Zulfikar Nasution karena perusahaan raksasa milik “plat merah” ini dikabarkan sedang melakukan proses pengurusan izin hak guna usaha (HGU) yang diduga lahan masuk dalam kawasan hutan lindung.
Kades Batusondat, Zulfikar Nasution ketika dikonfirmasi wartawan via seluler, Senin (11/09/2023) membenarkan bahwa pihak desa menolak dan akan melakukan perlawanan terhadap kepengurusan HGU yang diduga kuat berada di kawasan hutan lindung oleh PKS “plat merah” tersebut.
“Terkait hal ini kita sudah berkomunikasi dengan berbagai pihak setelah diketahui ada permohonan usulan HGU perusahaan “raksasa” perkebunan sawit “berplat merah” berlokasi di Desa Batusondat.”jelasnya
Dikatakannya, berbagai upaya yang dilakukan dengan Menghubungi Kadis LH dan Kehutanan Sumut dengan meminta bantuan terkait penentuan batas hutan lindung. Agar jelas nantinya dapat mengetahui titik kawasan itu.
“saya sudah berkoordinasi dengan Kadis LH dan Kehutanan Sumut untuk meminta bantuan penentuan batas hutan lindung yang berbatas dengan usulan perusahaan perkebunan sawit tersebut.”terangnya
Karena lanjutnya, perusahaan “plat merah” itu sudah bermasalah dengan hukum tentang perambahan kawasan hutan lindung dan sampai saat ini tanaman sawit perusahaan, dipelihara dan telah dipanen.
Dalam pengakuannya, Zulfikar Nasution juga menguraikan, bahwa selain berupaya berkordinasi dengan Kadis LH dan Kehutanan Sumut soal penentuan batas hutan lindung, ia juga telah menghubungi Ketua Tim HGU RI di Jakarta dan Ketua DPRD Sumut di Medan.
Sebelumnya, dalam perjalanan jurnalistik di ke kecamatan Batahan beberapa hari lalu, terdengar dugaan perambahan hutan disampaikan warga di Pasar Batahan, menceritakan sekelompok orang merambah hutan di areal Bukit rendang diduga kuat merupakan kawasan hutan lindung.
Masyarakat menduga, perambahan hutan yang sedang terjadi itu dibekingi pengusaha sawit dengan tujuan perluasan lahan.
“Mungkin masyarakat yang membuka, tapi nanti setelah dibuka diduga kuat akan dijual kepada perusahaan,” ujar salah seorang warga yang tak ingin namanya disebutkan.
Mengenai ini, Kepala Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) IX Panyabungan Abdul Rahman Saleh didampingi Kepala Tata Usaha PH IX Panyabungan Solihin ketika dikonfirmasi mengakui 700 hektare di Kecamatan Batahan, Kabuoaten Madina, Sumatera Utara (Sumut) merupakan kawasan hutan lindung, berbatasan langsung dengan Provinsi Sumatera Barat.
Namun, mereka tak tak bisa memastikan lokasi yang dimaksud masyarakat adalah areal hutan lindung.
“Harus ada titik koordinat pasti,” ungkapnya, Senin (11/09/2023) diruang kerjanya.
Lalu Kepala Tata Usaha PH IX Panyabungan Solihin menambahkan, beberapa tahun lalu PTPN IV pernah merambah hutan lindung dan menjadikannya kebun sawit, tapi setelah diproses lahan tersebut dibiarkan begitu saja.
“Itu sekitar 2000 berapa, saya lupa. Tapi, lahan itu sudah dibiarkan oleh PTPN. Tidak dijamah,” pungkasnya
Solihin tidak bisa merinci luas lahan yang pernah dirambah oleh perusahaan milik negara itu. Dia menerangkan, secara geografis selain PTPN IV, kawasan hutan lindung di Kecamatan Batahan memang berbatasan dengan wilayah Sumatera Barat dan beberapa kebun masyarakat setempat.
Sebelumnya, tercium beberapa persoalan sengketa lahan di wilayah pantai barat Madina. Misalnya, di Batahan ada lahan 168,5 ha yang statusnya sedang stanvas. Sampai hari ini belum ada keputusan lanjut terkait lahan tersebut.
Tak hanya itu, banyak perusahaan di wilayah pantai barat belum merealisasikan kewajiban plasma 20% dari luas lahan perkebunan. Hak masyarakat tersebut telah beberapa kali disampaikan kepada pemerintah.
Sementara di Kecamatan Natal, setidaknya ada 2.410 kepala keluarga (KK) belum menerima manfaat dan tersebar di sembilan kelurahan/desa, yakni Pasar I Natal, Pasar II Natal, Pasar III Natal, Setia Karya, Pasar V Natal, Pasar VI Natal, Panggautan, dan Taluk.
Dua perusahaan yang telah menyelesaikan kewajiban kepada masyarakat adalah PT Dinamika Inti Sentosa (DIS) berlokasi di Sundutan Tigo dan PT Rimba Mujur Mahkota (RMM) berlokasi di Sikara-kara.
Sedangkan informasi diperoleh, proses pengurusan HGU perusahaan raksasa “plat merah” ini dikabarkan sumber, masih dirapatkan di Pemkab Madina.
“Coba komunikasi aja langsung dengan PTPN ya,” ujar Camat Batahan Irsal Pariadi menjawab pertanyaan wartawan singkat ketika dikonfirmasi terkait sudah sejauh mana proses pengurusan HGU perusahaan “plat merah” tersebut. (Tim)