JAKARTA II DATAPOST.ID – Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, mengharapkan kesepahaman bersama (MoU) antara Kepala Kepolisian RI (Kapolri) dengan Dewan Pers RI tahun 2017 dapat dituangkan menjadi Peraturan Kapolri (Perkap).
Ninik Rahayu memandang Perkap tersebut perlu untuk semakin melindungi kebebasan pers, yakni kebebasan yang tetap berlandaskan ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang pers.
Hal tersebut disampaikan Ninik Rahayu dalam paparannya sebagai narasumber pada kegiatan Konvensi Nasional Media Massa dalam rangka Hari Pers Nasional (HPN) 2024 di Candi Bentar, Ancol, Jakarta, Senin (19/02/2024).
Adapun MoU Kapolri dengan Dewan Pers, ditandangani langsung oleh Kapolri yang saat itu dijabat Tito Karnavian, atau yang kini menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri.
“Maka MoU ini kita tindaklanjuti menjadi PKS, lalu sekarang sedang diinisiasi mudah-mudahan bisa menjadi Perkap,” kata Ninik Rahayu, pada Konvensi Nasional Media Massa, yang juga dihadiri Tito Karnavian dan Ketua Umum PWI Hendry Ch Bangun.
Ninik juga mengungkapkan bahwa Dewan Pers menjunjung tinggi kebebasan pers, karena menjadi bagian dari kebebasan berpendapat yang dijamin oleh Undang-undang.
Tetapi di sisi lain, kebebasan berpendapat juga menjadi ancaman terhadap keamanan nasional jika tidak memperhatikan kode etik.
Ia juga menegaskan bahwa kerjasama antara Dewan Pers dengan Polri bukan untuk memproteksi jurnalis dan perusahaan pers, melainkan memproteksi kebebasan pers.
Karena menurutnya, Dewan Pers tidak ingin ruang publik Indonesia dipenuhi dengan informasi-informasi yang keliru. Karena itulah, yang diproteksi oleh Dewan Pers adalah karya jurnalistik yang telah menempuh metode-metode jurnalistik.
“Jangan sampai kebebasan sipil dihadapkan dengan keamanan nasional,” kata Ninik.
Terkadang, kata Ninik, ada beberapa media yang mengambil sumber informasi dari media sosial untuk dibuat menjadi sebuah berita, tanpa mengonfirmasi kepada narasumber. Tentu, kata dia, hal tersebut melanggar kode etik jurnalistik.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan di era Reformasi ini pers sangat bebas dan terbuka dibandingkan era Orde Baru. Menurutnya hal itu merupakan nilai dari demokrasi, karena publik bisa turut terlibat dalam mengawasi kebijakan.
Maka dari itu saat menjabat sebagai Kapolri, dia pun turut menandatangani MoU terkait kemerdekaan pers agar permasalahan pers tidak langsung dibawa ke ranah hukum. “Kalau Dewan Pers menyatakan ada unsur pidana, baru diserahkan ke Polri,” kata Tito.
Walaupun begitu, Mendagri mengatakan kebebasan pers harus berada dalam koridor yang tidak mengganggu keamanan nasional. Menurutnya perusahaan pers harus melakukan kontrol di internalnya sendiri agar produk jurnalistik yang dihasilkan berkualitas. “Karena kontrol internal yang kuat, akan memberi kepercayaan pada pihak eksternal,” katanya.
Adapun pada tahun 2022, Dewan Pers dan Markas Besar Kepolisian RI (Mabes Polri) menandatangani perjanjian kerjasama (PKS) tentang perlindungan kemerdekaan pers dan penegakan hukum dalam kaitan dengan penyalahgunaan profesi wartawan. Kerja sama ini tertuang dalam surat Nomor 03/DP/MoU/III/2022 dan Nomor : NK/4/III/2022.
PKS pertama ini merupakan turunan dari nota kesepahaman Dewan Pers-Mabes Polri yang telah disepakati sebelumnya. Tujuan utama PKS tersebut untuk meminimalkan kriminalisasi terhadap karya jurnalistik. (*)