MEDAN – Penyidik Direktorat Reskrim Umum Polda Sumatera Utara diminta bergerak cepat dalam menangani kasus pemalsuan sertifikat tanah yang diduga dilakukan oknum anggota DPRD Sumatera Utara berinisial ARA, sesuai dengan nomor : STTLP/B/1167/IX/2023/SPKT/Polda Sumut.
“Kita mendorong penyidik Direktorat Reskrimum Polda Sumut dapat segera menuntaskan kasus ini. Selain itu, kita meminta penanganannya dilakukan secara transparan,” ungkap Ketua PD II Generasi Muda KB FKPPI Sumatera Utara, Dedy Key, kepada wartawan, Rabu (27/12/2023)
Dedy menyakini, penyidik akan bekerja secara profesional dan tidak khawatir untuk diintervensi oleh pihak manapun.
“Kita yakin, penyidik mampu bekerja secara professional sesuai aturan yang berlaku,” imbuhnya.
Sebelumnya, Dirreskrimum Polda Sumut Kombes Sumaryono mengaku, berkas laporan itu saat ini tengah diproses dari SPKT ke penyidik Ditreskrimum. Setelah sampai ke penyidik, pihaknya akan menyelidiki kasus yang dilaporkan itu.
“Masih dalam proses administrasi ke tangan penyidik. Pasti (akan ditindaklanjuti),” kata Kombes Sumaryono saat dikonfirmasi wartawan, Selasa (03/10/2023) lalu.
Diketahui, Aulia Rizki Agsa dilaporkan ke Polda Sumut. Laporan itu terkait pemalsuan sertifikat tanah yang diduga dilakukan Aulia. Kasus itu dilaporkan ke Polda Sumut hari ini. Laporan itu diterima dengan nomor : STTLP/B/1167/IX/2023/SPKT/Polda Sumut.
Adapun pelapor dalam hal ini adalah Akhyar Idris Sagala selaku kuasa hukum korban Mahlim Harahap. Selain melaporkan Aulia Agsa, Akhyar juga melaporkan notaris bernama Muhammad Indra.
“Kita datang mewakili klien kita Pak Mahlim Harahap. Jadi, selaku kuasa hukumnya kita buat laporan di SPKT Polda Sumut yang mana kita laporkan itu pertama, Aulia Rizki Agsa anggota DPRD Sumut dan Bapak Muhammad Indra, notaris, terkait dugaan tindak pidana penipuan dan menggunakan akta autentik palsu dalam pembelian tanah,” kata Akhyar kepada wartawan, Sabtu (30/09/2023) lalu.
Akhyar mengatakan kasus itu berawal saat kliennya menjual tanah di Jalan Pelajar, Kecamatan Medan Kota, kepada Aulia Agsa pada tahun 2020. Harga penjualan yang disepakati oleh keduanya, yakni Rp 1,8 miliar.
Setelah harga tersebut disepakati, kata Akhyar, Aulia Agsa menunjuk Muhammad Indra sebagai notaris untuk mengurus sertifikat tanah tersebut. Dia mengaku sejauh ini kliennya baru menerima uang sekitar Rp 220 juta dari total harga yang disepakati.
“Pak Aulia Agsa ini belum melakukan pembayaran penuh kepada klien kita. Namun, bersama notaris, bekerja sama untuk membalikkan nama menjadi nama Aulia Agsa. Padahal notaris sudah membuat surat pernyataan menjamin tidak akan membalikkan nama sertifikat sebelum dibayar lunas, tapi nyatanya mereka melakukan balik nama tanpa pembayaran lunas kepada klien kita,” ujarnya.
Akhyar mengaku baru mengetahui bahwa sertifikat tanah itu tiba-tiba telah dibuat menjadi nama Aulia Agsa pada 31 Agustus 2023. Saat itu, Akhyar bertemu dengan Aulia Agsa dan Muhammad Indra untuk membahas soal penjualan tanah itu.
“Jadi, saat itu baru diketahui bahwa sertifikat hak milik sudah terbit dan ada akta jual beli yang diduga tanda tangan korban dipalsukan oleh para terlapor. Sertifikat sudah di tangan Pak Aulia, sudah atas nama dia, awalnya memang atas nama klien kita, tapi sudah dibalikkan nama. Padahal uang penjualan tanah belum dibayar oleh Aulia Agsa. Klien saya merasa keberatan, sehingga membuat laporan ke Polda Sumut,” jelasnya.
Dia berharap kasus ini dapat segera ditindaklanjuti oleh Polda Sumut. Akhyar meminta kedua terlapor bisa segera ditindak.
“Kita minta Kapolda Sumut untuk cepat memproses dan menindak para pelaku,” tukasnya. (*)