MEDAN || datapost.id – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas sistem pengendalian intern dan kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan Kementerian Hukum dan HaM RI tahun 2021.
Dalam pemeriksaan tersebut, di Kanwil Kemenkum HAM Sumut di LHP BPK RI Nomor 18b/HP/XIV/5/2022 tanggal 27 Mei 2022, ditemukan ada kelebihan bayar atas pembangunan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan Rumah Tahanan senilai Rp. 1.084.040.082,80.
Dalam rincian LHP BPK RI ini disebutkan, bahwa pembangunan Lapas Kelas II A Pancur Batu ditemukan kelebihan bayar proyek senilai Rp. 862.502.545,- dan kelebihan bayar di pembangunan Rumah Tahanan (Rutan) Kelas II B Kabanjahe senilai Rp.221.538.257,77.
Kelebihan pembayaran atas temuan BPK RI ini terindikasi lemahnya pengawasan Pengguna Anggaran (PA), Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Pejabat Pelaksanana Tekhnis (PPTk) hingga menjadi temuan lembaga pengawas itu.
Belum diperoleh keterangan tindak lanjut atas temuan dalam LHP BPK RI di Kanwil Kemenkum HAM Sumut itu. Dibawah pimpinan Imam Suyudi maupun Kepala Divisi Pemasyarakatannya, Rudi Sianturi tak merespon konfirmasi wartawan yang dilayangkan, Selasa (21/03/2023) via laman Whats App kedua pejabat itu.
Merespon kinerja Kanwil di Kementerian pimpinan Yasona Laily ini, Ketua Investigasi Lembaga Peduli dan Pemantau Pembangunan (LP3), R Gultom SH menghimbau Kakanwil Kemenkum HAM Sumut dan jajarannya bisa mengikuti tren kemudahan akses informasi bagi pers yang menjadi tanggungjawab bersama.
“Selain terkait proyek pembangunan 2 Pemasyarakatan di Lingkungan Kanwil Kemenkum HAM Sumut itu, LP3 juga menyoroti pengadaan barang di jajaran Lapas dan Rutan di Sumut. Karena sesuai diskusi KPK, terdapat 21 persen sumber korupsi di dominasi pada proyek Pengadaan Barang dan Jasa,” ungkap R Gultom SH, Kamis (23/3/2023) di Medan.
Aktivis yang dikenal vokal ini pun menyuarakan adanya dugaan-dugaan sebagian kecil kelompok orang dan koorporasi yang memenangkan lelang atau menjadi penyedia atas penunjukan pengadaan barang kebutuhan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) atau Tahanan di Lapas dan Rutan di Sumut yang jumlahnya ratusan ribu orang.
“Berdasarkan data yang dilansir media, hingga 20 Maret 2023, jumlah penghuni lapas maupun rutan se-Sumut mencapai 31.945 narapidana, di antaranya sebanyak 23.962 narapidana pria dan 1.073 orang narapidana wanita. Dan sebanyak 6.651 tahanan pria serta 268 tahanan wanita. Ini jumlah yang besar, potensi penyediaan makanan, minuman dan obat-obatan serta kebutuhan lain tentunya bukan nilai sedikit. Sebaiknya dilakukan audit investigasi oleh BPK RI. Mengimplementasikan semangat anti korupsi yang digaungkan di negeri ini,” tegas R Gultom SH.
Selain semangat anti korupsi, sambung R Gultom SH, dugaan penyedia di Lapas dan Rutan di Sumatera Utara hanya dioperasionalkan sekelompok kecil orang hingga para pelaku UMKM di Sumut hanya kebagian sebagai pemasok ke penyedia akan berdampak persaingan usaha tak sehat mengarah ke monopoli.
Selain anggaran negara yang digunakan untuk belanja bagi WBP maupun Tahanan di Lapas dan Rutan di Sumut, dugaan masuknya makanan dan bahan kebutuhan lain dari luar Pemasyarakatan serta maraknya perdagangan kebutuhan WBP dan Tahanan di Rutan, sebaiknya dikelola dengan baik untuk pemasukan negara dari sektor bukan pajak.
“Perdagangan kebutuhan WBP dan Tahanan di Lapas maupun Rutan ada baiknya dikelola profesional, yang kalau memungkinkan menjadi pemasukan negara bukan pajak yang nantinya akan dikembalikan lagi ke peningkatan kebutuhan para WBP maupun Tahanan hingga tak masuk ke kantong pribadi pengelola perdagangan dalam Pemasyarakatan,” sarannya.
R Gultom SH juga sangat menyayangkan lambannya penanganan isu-isu miring dalam Pemasyarakatan, misalnya adanya dugaan pungli penempatan kamar tahanan di Rutan Labuhan Deli berdasarkan lansiran banyak media, yang hingga saat ini belum dipaparkan benar tidaknya isu tersebut oleh Kakanwil Kemenkum HAM Sumut, Imam Suyudi maupun Kadiv PAS, Rudi Sianturi.
“Isu-isu negatif di Pemasyarakatan di Sumut sebaiknya dituntaskan dengan baik. Misalnya, ada isu di Rutan Labuhan Deli atas dugaan pungli penempatan kamar tanahan jutaan rupiah. Belum apa-apa, Karutan Labuhan Deli Erwin Simangunsong membantahnya, lalu hingga kini info follow-upnya belum diterima masyarakat dari petinggi Kanwil Kemenkum HAM Sumut,” jabarnya.
Berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, lanjut R Gultom SH, yang penerapannya akan segera dilakukan, bukan PR mudah bagi pejabat di Pemasyarakatan menjalankan regulasi baru yang langsung bersisian dengan mereka tersebut yang tentunya membutuhkan integritas dan SDM yang handal dan terpercaya.
Diakhir wawancara, R Gultom SH berharap, BPK RI, Inspektorat Kemenkum HAM dan lembaga pengawasan di Sumut dapat mengawasi pemasyakatan guna terpenuhinya hak-hak WBP dan Tahanan sebagaimana seharusnya.
Informasi dihimpun wartawan dari sumber, pengadaan barang di lingkungan Pemasyarakatan di Sumut sudah dari puluhan tahun lalu dilaksanakan secara Koorporasi dan dikoordinir oleh pria berinisial GT. Pengusaha ini diinformasikan sumber, bergelut di bidang pengadaan di Lapas dan Rutan melanjutkan estafet mendiang orangtuanya berinisial LMG.
Menurut sumber, pelaku usaha kebutuhan WBP dan Tahanan di Lapas maupun Rutan dipasok ke GT dan dibayar oleh pengusaha itu ke pelaku usaha tanpa diketahui berapa nilai dan harga barang sesuai kontrak penyedia dengan Pemasyarakatan di Sumut.
“Kalau dia (GT,red) udah 20 tahunan lah pak. Dia (GT,red) melanjutkan usaha mendiang Bapaknya (inisial LMG),” beber sumber yang namanya enggan dipublikasikan, Kamis (23/03/2023).
Dimintai komentar atas hal itu, hingga berita ini ditayangkan, Kakanwil Kemenkum HAM Sumut, Imam Suyudi dan Kadiv PAS, Rudi Sianturi tak kunjung merespon konfirmasi tertulis via Whats App yang dilayangkan wartawan, Kamis (23/03/2023) itu. (Tim).