MEDAN || datapost.id – Menjelang Hari Bhakti Adhyaksa (HBA) yang ke-63 Tahun 2023, JAM Pidum Kejagung RI Dr Fadil Zumhana didampingi Direktur TP Oharda Agnes Triani serta tim, Senin (17/07/2023) kembali menyetujui usulan penghentian penuntutan 2 perkara humanis asal wilayah hukum (wilkum) Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut).
Lewat pendekatan Keadilan Restorative Justice (RJ), penghentian penuntutan kedua perkara terwujud, setelah Kajati Sumut Idianto didampingi Wakajati Joko Purwanto, Aspidum Luhur Istighfar, para Kasi dan staf di Pidum, Kasi Penkum Yos A Tarigan melakukan ekspos perkara secara virtual dari Lantai II Kantor Kejati Sumut di Jalan AH Nasution, Kota Medan.
Ekspos perkara yang digelar secara virtual, juga diikuti oleh Kajari Asahan Dedyng Wibiyanto Atabay dan Kajari Simalungun Irfan Hervianto serta didampingi masing-masing Kasi Pidum dan para JPU yang menangani perkara tersangka.
Melalui Kasi Penkum Kejati Sumut Yos A Tarigan, Kajati Sumut Idianto SH, MH menjelaskan, perkara asal Kejari Asahan atas nama tersangka Kurniawan Aji Subekti alias Wawan yang kesehariannya merupakan penggembala lembu. “Yang bersangkutan sebelumnya disangka melakukan tindak pidana pencurian 8 Tandan Buah Segar di areal perkebunan milik PTPN III Sei Dadap dan dijerat pidana Pasal 107 huruf (d) jo Pasal 111 UU No 11 Tahun 2014 tentang Perkebunan,” ungkapnya.
Sedangkan perkara humanis kedua, berasal dari Kejari Simalungun atas tersangka bernama M Soleh Siregar, juga disangkakan melakukan pencurian 5 TBS di Afdeling III PTPN IV Bah Jambi dan dijerat sangkaan kesatu, Pasal 363 Ayat (1) ke-4 KUHPidana atau kedua Pasal 107 huruf (d) UU Perkebunan.
“Kedua perkara yang diajukan ke JAM Pidum ini kemudian disetujui dan dihentikan dengan menerapkan RJ berdasarkan Perja Nomor 15 Tahun 2020,” ungkap Kasi Penkum lagi.
Lebih lanjut Yos A Tarigan menyampaikan, alasan penghentian penuntutan dengan pendekatan Keadilan Restoratif, dikarenakan tersangkanya baru pertama kali melakukan tindak pidana, jumlah kerugian akibat tindak pidana yang dilakukan para tersangka di bawah dua setengah juta rupiah.
“Dikarenakan ancaman hukuman di bawah 5 tahun penjara, dan adanya perdamaian antara tersangka dengan korban, dan juga direspons positif oleh keluarga,” jelas Yos.
Mantan Kasi Pidsus Kejari Deliserdang itu menambahkan, penghentian penuntutan dilakukan ketika antara tersangka dan korban ada kesepakatan berdamai, dan tersangka menyesali perbuatannya serta berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi.
“Proses pelaksanaan perdamaian disaksikan keluarga, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan difasilitasi Kajari, Kacabjari, dan jaksa yang menangani perkara tersebut,” tegasnya.
Penghentian penuntutan dengan cara pendekatan keadilan restoratif ini, membuka ruang yang sah menurut hukum bagi pelaku dan korban secara bersama merumuskan penyelesaian permasalahan guna dilakukannya pemulihan keadaan, ke keadaan semula agar tidak ada rasa dendam di kemudian hari.
“Ketika tersangka dan korban berdamai, maka jarak yang memisahkan persaudaraan atau rasa dendam dan benci yang tertanam, bisa dicairkan agar tidak sampai membeku dan menciptakan permusuhan yang berkepanjangan,” pungkas Yos. (Lubis).