MENJELANG pilkada 2024, publik Mandailing Natal (Madina) harus diingatkan kembali tentang sistem meritokrasi, tentang bagaimana pengertian dari sistem tersebut.
Dapat dikatakan bahwa meritokrasi adalah kata penyederhanaan dari kesesuaian orang dan posisi. Dalam hal ini meritokrasi dapat diartikan sebagai sistem politik yang memberikan kesempatan pada seseorang untuk memimpin sesuai dengan kemampuan dan prestasi yang dimiliki oleh calon pemimpin di suatu sektor, artinya harus sesuai dengan kapasitas. Meritokrasi tidak mengukur kekayaan atau kelas sosial yang dimiliki oleh calon pemimpin.
Istilah meritokrasi itu sendiri diciptakan oleh sosiolog yang bernama : Michael Dunlop Young dalam buku distopia politik dan satirenya yang berjudul The Rise of the Meritocracy.
Bagi kita rakyat Madina apabila disesuaikan dengan keadaan kepemimpinan periode ini, maka dapat dikatakan bahwa sistem meritokrasi adalah sesuatu yang bersifat surgawi dengan bahasa filsafatnya: utopis.
Apabila nama dari sistem tersebut diucapkan oleh calon pemimpin yang telah menjadi pemimpin dan sedang menjalani masa kepemimpinannya maka dapat dikatakan bahwa pemimpin tersebut sudah meniupkan angin sorga ke dunia atau sama dengan tanpa pembuktian.
Meritokrasi adalah mimpi, meritokrasi adalah harapan, akan tetapi apabila pemimpin yang mengucapkan hal tersebut tidak mampu melakukan atau menerapkan sistem tersebut maka meritokrasi adalah bahan kampanye semata.
Dalam situasi menjelang pilkada ini, saya berharap penuh kepada masyarakat Mandailing Natal agar tidak mau lagi dibohongi, agar tidak lagi menerima janji kampanye yang tak teruji.
Saya berharap sebagai salah satu dari sekian banyak warga Mandailing Natal, agar kita bersama-sama untuk selektif dalam memilih pemimpin, bukan karena uang dan identitas yang dimiliki oleh calon pemimpin yang nantinya akan mendaftar ke KPU Kabupaten Madina.
Politik uang adalah setan dan polarisasi adalah iblis, keduanya dapat merusak segala sendi kehidupan rakyat. Saya berharap agar kita semua sebagai sesama warga dapat melaksanakan pilkada ini dengan prinsip kejujuran dan keadilan tanpa harapan diberi uang untuk memilih, yang kita perlukan lima tahun kedepan adalah gagasan kemajuan bukan uang yang bertahan selama satu Minggu saja.
Pun kepada para calon pemimpin perlu diingatkan untuk tidak mengucapkan sesuatu yang bersifat terlalu tinggi apabila tak mampu untuk melakukan implementasi terhadap janji-janji surgawi tersebut. (*)