TOBA SAMOSIR, DATAPOST.ID — Di sebuah desa kecil di Kabupaten Toba Samosir, Provinsi Sumatera Utara, hidup seorang anak bernama Muhammad Sajjad Abqary.
Ia merupakan anak ketiga dari empat bersaudara, terlahir dari pasangan Indra Fauza dan Ana Rasidah yang hidup dalam kesederhanaan.
Hidup di lingkungan minoritas, dimana hanya ada sekitar 10 keluarga muslim. Namun, tidak menghalangi keluarga ini tetap teguh menanamkan nilai-nilai agama kepada anak-anak mereka.
Sejak usia dini, Sajjad telah diperkenalkan pada Al-Quran oleh kedua orang tuanya. Apalagi ketika masih di taman kanak-kanak, Sajjad sudah mulai belajar mengenal huruf-huruf hijaiyah. Orang tua Sajjad tidak hanya mengandalkan pendidikan agama dari luar rumah, tetapi juga rutin mengaji bersama keluarga di rumah, termasuk dengan kakaknya.
Di usianya yang baru beranjak tujuh tahun dan duduk di kelas satu MIN Toba Samosir, Sajjad telah menunjukkan kecintaan mendalam pada Al-Quran. Ia rutin mengaji di masjid dekat rumahnya setiap hari, kecuali hari Kamis dan Sabtu. Di masjid itu, ia dibimbing oleh seorang ustaz bernama Lahmuddin Nasution. Kebiasaan inilah terus Sajjad jalankan dengan disiplin.
Yang membuat Sajjad berbeda adalah kecintaannya yang luar biasa terhadap Al-Quran, hingga ia selalu membawa mushaf kemana pun, termasuk ke sekolah.
Di sekolah, setelah selesai mengerjakan tugas di kelas, Sajjad menyempatkan diri membaca Al-Quran di waktu luangnya. Kebiasaan ini tidak hanya dilakukan di kelas, tetapi juga saat jam istirahat.
Meski masih anak-anak, Sajjad mampu mengatur waktu dengan baik. Setelah menikmati bekal dan bermain bersama teman-temannya, ia selalu menyempatkan waktu untuk membaca Al-Quran.
Sepulang sekolah, sambil menunggu kakaknya, Sajjad kerap duduk di pojok dan membaca Al-Quran sendirian. Kebiasaan ini tidak luput dari perhatian Husniaty Sitorus, salah satu gurunya di MIN Toba Samosir. Ia mengaku bangga melihat anak seusia Sajjad yang tidak hanya rajin membaca Al-Quran, tetapi juga pandai dan disiplin di kelas.
Saat ditanya mengapa ia begitu sering membaca Al-Qur’an, Sajjad hanya tersenyum dan melanjutkan bacaannya. Guru-guru menduga bahwa karena usianya yang masih kecil, Sajjad belum dapat mengungkapkan kepuasannya secara verbal. Namun, tindakannya sudah menunjukkan kecintaan mendalam terhadap kitab suci Al Qur’an.
Kisah Sajjad menjadi teladan, tidak hanya bagi teman-temannya di sekolah, tetapi juga masyarakat sekitar. Orang tua Sajjad berhasil membuktikan bahwa nilai-nilai agama dapat tetap ditanamkan meskipun berada di lingkungan yang sebagian besar keyakinannya berbeda. Keluarga ini juga selalu menjaga hubungan baik dengan tetangga mereka.
“Kami hidup rukun disini, saling menghormati, dan tidak pernah ada masalah meski berbeda agama,” kata Ana Rasidah, ibunda Sajjad.
Harmoni ini menjadi contoh bahwa perbedaan keyakinan tidak menjadi penghalang untuk hidup berdampingan secara damai.
Kisah inspiratif Sajjad mengingatkan banyak orang tentang pentingnya pendidikan agama sejak dini. Keteladanan orang tua dan dedikasi Sajjad menunjukkan bahwa iman dan kecintaan terhadap Al-Quran mampu membawa perubahan positif pada lingkungan sekitar.
Melalui kebiasaannya yang sederhana, Sajjad telah menjadi inspirasi bagi banyak orang. Ia membuktikan bahwa kesungguhan dalam menjalankan nilai-nilai agama dapat dilakukan kapan saja dan di mana saja. Semoga semangat Sajjad terus tumbuh dan menjadi inspirasi yang lebih besar di masa depan. (nur.az)